Saturday, January 21, 2012

Penyaluran Bakat Kaum Difabel

assalamualaikum
articel merupakan ringkasan articel yang diambil dari sebuah makalah, dan makalah tersebut tujuannya ditunjukan sebagai bahan referensi materi seminar yang bertemakan difabel. para penulisnya adalah Arrinda Almadea, Rindu Adzani T, Dimas Fattah, Zulfahmi Mulya, Dwi Astri M.P, FerdianaSandi, Anis Wardatul Jannah, Dhita Miranda, Eti Suryawati, Abil Vareszah. tiada motivasi khusus melatarbelakangi mempublish articel ini, hanya mencoba berbagai referensi kepada setiap orang yang concern kepada kaum difabel. semoga bermanfaat.


Dalam dunia internasional, istilah disability mengalami perubahan, antara lain: cripple, handicapped, impairement, yang kemudian lebih sering digunakan istilah people with disability atau disabled people. People with disability kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi penyandang cacat yang pada awalnya menggunakan istilah penderita cacat.

 Istilah penderita cacat sangat berkesan diskriminatif karena memandang seseorang memiliki salah satu jenis penyakit atau lebih yang mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Perubahan penggunaan istilah penderita cacat menjadi penyandang cacat mulai dikenalkan pada penetapan UU no. 4 th. 1997, yang menempatkan posisi penyandang cacat dengan cenderung menghaluskan istilah tersebut.

Istilah ini pada dasarnya masih digunakan secara luas di berbagai publikasi ataupun media massa, tetapi berbagai aktivis sosial berpendapat bahwa penggunaan istilah ini memiliki arti sempit yang masih tetap menempatkan seseorang dalam posisi yang tidak 'normal' dan tidak mampu karena kondisi kecacatan yang dimilikinya. Hingga akhirnya pada tahun 1997, penggunaan istilah difabel mulai dikenalkan kepada masyarakat secara luas.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki keramah tamahan yang tinggi, seharusnya juga ramah terhadap perbedaan yang ada, khususnya terhadap kaum difabel. Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people  (orang dengan kemampuan yang berbeda).

Dengan istilah difabel, masyarakat diajak untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula.

 Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan.Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya.

Sebenarnya kaum difabel dapat mandiri dan berprestasi  jika pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat mendukung. Sehingga semua jaminan atas akses fasilitas terhadap kaum difabel tidak hanya sebatas payung hukum. Tiba saatnya kaum difabel diakui  dan dijamin hak-haknya. Sebagaimana 30 tahun silam United Nations Declaration of the Rights of Disabled Persons (1975) menyatakan:

"Kelompok difabel memiliki hak yang bersifat melekat untuk dihormati martabatnya sebagai manusia."  Yang dibutuhkan bukanlah belas kasihan karena difabilitas dipandang sebagai "ketidaknormalan"  atau "kecacatan." Melainkan kesadaran menciptakan tatanan yang adil secara bersama-sama. Sebuah tatanan yang memberikan jaminan dan pemenuhan terhadap hak setiap warga negara, tanpa terkecuali.

Secara umum setiap manusia memilki kepribadaian dan personalitas yang unique, tidak terkecuali kaum difabel. Oleh karena itu kaum difabel pun membutuhkan sarana prasarana untuk mengaktualisasikan dirinya. Salah satunya adalah dengan cara menyalurkan bakatnya di bidang seni.

Penyandang Cacat Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial 

"Kesejahteraan Sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila"

Rumusan diatas menggambarkan Kesejahteraan Sosial sebagai suatu keadaan di mana digambarkan secara ideal adalah suatu tatanan (tata kehidupan) yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan satu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya mendapatkan titik keseimbangan.

Titik keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan antra aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan antara aspek material dan spiritual. Penyandang cacat mempunyai peran yang sama dengan warga negara lainnyya dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Melihat undang-undang pemerintah No. 43 tahun 1998 meurpakan salah satu usaha yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang cacat. Oleh karena itu peran pemerintah sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan penyandang cacat.

 Pemerintah Daerah dengan kewenangannya akan terus mendorong berbagai kekuatan masyarakat baik perorangan, kelompok maupun Institusi supaya mengembangkan kepeduliannya. Jika selama ini kepeduliannya sebatas menyantuni, maka ke depan diperluas dengan kepedulian dibidang yang lain seperti: Pertama, turut aktif memasyarakatkan peraturan perundangan untuk penyandang cacat terutama bagi kelompokmasyarakat yang potensial.

 Dua, mendorong masyarakat pengusaha semakin terbuka untuk menerima tenaga kerja penyandang cacat. Indonesia sebagai Negara yang memiliki keramah tamahan yang tinggi, seharusnya juga ramah terhadap perbedaan yang ada, khususnya terhadap kaum difabel. Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people  (orang dengan kemampuan yang berbeda). 

Dengan istilah difabel, masyarakat diajak untuk merekonstruksi nilai-nilai sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula.

 Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan.Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya.

Sebenarnya kaum difabel dapat mandiri dan berprestasi  jika pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat mendukung. Sehingga semua jaminan atas akses fasilitas terhadap kaum difabel tidak hanya sebatas payung hukum. Tiba saatnya kaum difabel diakui  dan dijamin hak-haknya. Sebagaimana 30 tahun silam United Nations Declaration of the Rights of Disabled Persons (1975) menyatakan:

"Kelompok difabel memiliki hak yang bersifat melekat untuk dihormati martabatnya sebagai manusia."  Yang dibutuhkan bukanlah belas kasihan karena difabilitas dipandang sebagai "ketidaknormalan"  atau "kecacatan." Melainkan kesadaran menciptakan tatanan yang adil secara bersama-sama. Sebuah tatanan yang memberikan jaminan dan pemenuhan terhadap hak setiap warga negara, tanpa terkecuali.

Secara umum setiap manusia memilki kepribadaian dan personalitas yang unique, tidak terkecuali kaum difabel. Oleh karena itu kaum difabel pun membutuhkan sarana prasarana untuk mengaktualisasikan dirinya. Salah satunya adalah dengan cara menyalurkan bakatnya di bidang seni. 

Tiga, melakukan kegiatan pembinaan atau pelatihan, sehingga produktivitas kerja dan kredibilitas penyandang cacat semakin berkualitas. Empat, menjadi penghubung atau mediator bagi kepentingan penyandang cacat disatu pihak dan kepentingan diberbagai Institusi dilain pihak.

Dengan demikian, diharapkan perluasan peran tidak hanya pada unsur masyarakat, tetapi juga oleh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menurut kapasitas, kewenangan dan kemampuan yang dapat diperbuatnya untuk penyandang cacat.

Penyaluran Bakat Bidang Seni Bagi Kaum Difabel 

Di Indonesia sendiri kebanyakan penyaluran bakat bagi kaum difabel sudah masuk kedalam program rehabilitasi sosial. Tempat-tempat penyaluran bakat bagi kaum difabel seharusnya banyak didirikan oleh pemerintah untuk menampung bakat mereka, sehingga kehidupan mereka tidak terlantar dan bergantung banyak kepada orang sekitarnya. Boleh dibilang tempat penyaluran bakat yang khusus untuk menyalurkan bakat bagi kaum difabel di Indonesia masih dibilang jarang.

Hal itu terbukti masih banyaknya kaum difabel yang susah menyalurkan dan mengembangkan bakat potensial yang ada di dalam diri mereka. Biasanya tempat-tempat yang dapat menampung mereka kebanyakan dari pihak swasta atau LSM.

Salah satu tempat yang bisa menjadi ajang tempat penyaluran bakat bagi kaum difabel adalah HIPSDI (Himpunan Pelaku Seni Diferensia Indonesia). Perkumpulan ini dibentuk untuk menampung potensi dan mengembangkan bakat dibidang seni orang-orang yang mengalami keterbatasan fisik. Kata diferensia dipilih untuk mengantikan kata cacat yang bermakna negatif.

Kata cacat dianggap tidak layak lagi digunakan untuk manusia. Selain itu, tidak selamanya penyandang kekurangan fisik juga kalah dalam berkarya. Dalam deklarasi ini pencinta seni diferensia menolak diperlakukan diskriminatif Sebagai kreasi pertama HIPSDI, sejumlah anggota akan mengikuti festival penyandang cacat di Beijing, Cina pada pertengahan bulan ini.

Pada umumnya para kaum difabel yang mempunyai bakat terpendam di bidang seni diberikan motivasi dan pendekatan secara psikologis, setelah dirinya merasa sudah memiliki rasa percaya diri barulah potensi yang ada dalam diri mereka dikembangkan. Dari situlah bakat yang tadinya hanya sebatas keinginan mereka dan impian mereka saja bisa dikembangkan sampai si penyandang cacat tersebut sudah bisa dan mampu menyalurkan bakatnya dengan percaya diri. Tidak sedikit hasil karya mereka membuat orang normal seperti kita merasa kagum dan tidak percaya.

 Dalam pemberian motivasi agar para penyandang cacat tersebut tidak jenuh dan semangat, biasanya diselingi dengan permainan-permainan yang membuat spontanitas mereka keluar. Pemberian motivasi biasanya dilakukan secara berkelanjutan dan bertahap, agar mereka tidak kaget jika diberikan dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat. Disini dukungan dan peran keluarga sangatlah penting dalam pengembangan dan penyaluran bakat bagi para penyandang cacat.

Biasanya para penyandang cacat bisa lebih terbuka dan mau mendengarkan pengalaman atau nasihat-nasihat yang baik dari sesama penyandang cacat juga. Hal itu disebabkan oleh pola pikir mereka yang merasa senasib sependeritaan dengan keadaan yang mereka alami, dan itu terbukti efektif dalam membantu penyandang cacat menghadapi keterbatasannya.

No comments:

Post a Comment